Jawa adalah pusat politik kepulauan Indonesia dan kampung halaman kelompok etnis paling besar dan paling sophisticated di antara penduduk Indonesia yang amat beraneka. Secara etnis, jawa merupakan mayoritas Indonesia, namun di antara mereka sendiri secara religius ada beanekaragaman, karena sekitar lima sampai sepuluh persen di antaranya menganut islam dalam bentuk yang agak murni, sekitar tiga puluh persen menganut islam dalam versi yang sudah amat sinkretis dan dijawakan., sementara sebagian besar lainnya mengganggap diri mereka muslim normal, yaitu mengaku diri islam namun tindakan dan pikiran mereka lebih dekat dengan tradisi Jawa kuno dan Jawa Hindu.
Mistik dan praktek-praktek magis/mistis senantiasa merupakan arus bawah yang amat kuat kalau bukan masalah esensi dari kebudayaan mereka. Gerakan-gerakan kebangkitan kulturil dan politis ini juga memperoleh pendukung-pendukung dari antara orang-orang Jawa abangan, seperti dalam Budi Utomo (1908), sekolah-sekolah Taman Siswa (1922), dan dalam pembentukan-pembentukan partai-partai politik, seperti PKI (1920), dan PNI di bawah Soekarno (1927). Kebangkitan kembali kebatinan itu lebih daripada sekedar suatu reaksi melawan Islam yang diperpolitikkan saja. Selain itu masih dapat ditambahkan pertikaian, pemberontakan, keresahan sosial, kemerosotan moral dan keamanan indonesia. Semua kondisi ini jelas mendorong proses perenungan mendalam dan penafsiran kembali atas identitas.Perluasan vital gerakan-gerakan mistik selama awal tahun lima puluhan ini segera menarik perhatian baik kaum mistikawan Jawa sendiri maupun Departemen Agama. Baru beberapa lama kemudian gejala itu di akui sebagai kenyataan yang pertama-tama mempunyai arti sosiologis, politis dan kulturi.
Bagi kaum abangan Jawa, Tuhan bukanlah hakim yang jauh dan tidak terdekati, sebaliknya “Tuhan” begitu dekat kepada manusia lebih dari apapun juga, karena pada dasarnya manusia adalah bagian dari Hakekat Ilahi.
Bangkitnya kebatinan bukanlah sekedar reaksi, pelarian diri atau kompensasi, bukanlah sekedar reaksi melawan modernisasi, melainkan pertama-tama merupakan aktof untuk mencari identitas kulturil yang mewarnai pergulatan orang Jawa dalam menghadapi masa kini.
Jawa adalah pusat politik kepulauan Indonesia dan kampung halaman kelompok etnis paling besar dan paling sophisticated di antara penduduk Indonesia yang amat beraneka. Secara etnis, jawa merupakan mayoritas Indonesia, namun di antara mereka sendiri secara religius ada beanekaragaman, karena sekitar lima sampai sepuluh persen di antaranya menganut islam dalam bentuk yang agak murni, sekitar tiga puluh persen menganut islam dalam versi yang sudah amat sinkretis dan dijawakan., sementara sebagian besar lainnya mengganggap diri mereka muslim normal, yaitu mengaku diri islam namun tindakan dan pikiran mereka lebih dekat dengan tradisi Jawa kuno dan Jawa Hindu.
BalasHapusMistik dan praktek-praktek magis/mistis senantiasa merupakan arus bawah yang amat kuat kalau bukan masalah esensi dari kebudayaan mereka. Gerakan-gerakan kebangkitan kulturil dan politis ini juga memperoleh pendukung-pendukung dari antara orang-orang Jawa abangan, seperti dalam Budi Utomo (1908), sekolah-sekolah Taman Siswa (1922), dan dalam pembentukan-pembentukan partai-partai politik, seperti PKI (1920), dan PNI di bawah Soekarno (1927). Kebangkitan kembali kebatinan itu lebih daripada sekedar suatu reaksi melawan Islam yang diperpolitikkan saja. Selain itu masih dapat ditambahkan pertikaian, pemberontakan, keresahan sosial, kemerosotan moral dan keamanan indonesia. Semua kondisi ini jelas mendorong proses perenungan mendalam dan penafsiran kembali atas identitas.Perluasan vital gerakan-gerakan mistik selama awal tahun lima puluhan ini segera menarik perhatian baik kaum mistikawan Jawa sendiri maupun Departemen Agama. Baru beberapa lama kemudian gejala itu di akui sebagai kenyataan yang pertama-tama mempunyai arti sosiologis, politis dan kulturi.
Bagi kaum abangan Jawa, Tuhan bukanlah hakim yang jauh dan tidak terdekati, sebaliknya “Tuhan” begitu dekat kepada manusia lebih dari apapun juga, karena pada dasarnya manusia adalah bagian dari Hakekat Ilahi.
Bangkitnya kebatinan bukanlah sekedar reaksi, pelarian diri atau kompensasi, bukanlah sekedar reaksi melawan modernisasi, melainkan pertama-tama merupakan aktof untuk mencari identitas kulturil yang mewarnai pergulatan orang Jawa dalam menghadapi masa kini.
harga buku ini hanya 200 ribu
Tertarik??
Hubungin : 089-999-26-779
ditunggu teleponnya, minimal sms deh
siap kirim ke luar kota