H. Rosihan Anwar (lahir di Kubang Nan Dua, Sirukam, Kabupaten Solok, 10 Mei 1922 – meninggal di Jakarta, 14 April 2011 pada umur 88 tahun) adalah tokoh pers Indonesia, meski dirinya lebih tepat dikatakan sebagai sejarawan, sastrawan, dan budayawan. Rosihan merupakan salah seorang yang cukup aktif dalam menulis. Dia telah menulis sekitar 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di Indonesia, serta di beberapa penerbitan asing.
Rosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya pada masa pendudukan Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961). Di masa perjuangan, ia pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukit Duri, Batavia (kini Jakarta). Kemudian pada tahun 1961, koran Pedoman miliknya dibredel penguasa. Di masa Orde Baru, ia menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (1968-1974). Tahun 1973, Rosihan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Namun kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di lehernya, koran Pedoman miliknya ditutup.
Pada 1950, bersama Usmar Ismail ia mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Dalam film pertamanya, Darah dan Doa, ia sekaligus menjadi figuran. Dilanjutkan sebagai produser film Terimalah Laguku. Sejak akhir 1981, ia mempromosikan film Indonesia di luar negeri dan tetap menjadi kritikus film sampai akhir hayatnya. Pada tahun 2007, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946, mendapat penghargaan 'Life Time Achievement' atau 'Prestasi Sepanjang Hayat' dari PWI Pusat.[1]
Rosihan Anwar meninggal dunia pada hari Kamis, 14 April 2011 pukul 08.15 WIB di Rumah Sakit Metropolitan Medika Center (MMC) Jakarta dalam usia 89 tahun. Ia diduga terkena gangguan jantung dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan
H. Rosihan Anwar (lahir di Kubang Nan Dua, Sirukam, Kabupaten Solok, 10 Mei 1922 – meninggal di Jakarta, 14 April 2011 pada umur 88 tahun) adalah tokoh pers Indonesia, meski dirinya lebih tepat dikatakan sebagai sejarawan, sastrawan, dan budayawan. Rosihan merupakan salah seorang yang cukup aktif dalam menulis. Dia telah menulis sekitar 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di Indonesia, serta di beberapa penerbitan asing.
BalasHapusRosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya pada masa pendudukan Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961). Di masa perjuangan, ia pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukit Duri, Batavia (kini Jakarta). Kemudian pada tahun 1961, koran Pedoman miliknya dibredel penguasa. Di masa Orde Baru, ia menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (1968-1974). Tahun 1973, Rosihan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Namun kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di lehernya, koran Pedoman miliknya ditutup.
Pada 1950, bersama Usmar Ismail ia mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Dalam film pertamanya, Darah dan Doa, ia sekaligus menjadi figuran. Dilanjutkan sebagai produser film Terimalah Laguku. Sejak akhir 1981, ia mempromosikan film Indonesia di luar negeri dan tetap menjadi kritikus film sampai akhir hayatnya. Pada tahun 2007, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946, mendapat penghargaan 'Life Time Achievement' atau 'Prestasi Sepanjang Hayat' dari PWI Pusat.[1]
Rosihan Anwar meninggal dunia pada hari Kamis, 14 April 2011 pukul 08.15 WIB di Rumah Sakit Metropolitan Medika Center (MMC) Jakarta dalam usia 89 tahun. Ia diduga terkena gangguan jantung dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan
YG CINTA BAPAK ROSIAN ANWAR AYO DIBELI FOTO KELUARGA BELIAU DENGAN HARGA 1 JUTA RUPIAH...
BalasHapusTERTARIK???
HUBUNGIN SAYA DI 089-999-26-779 DITUNGGU TELEPONNYA YA BRO.. MINIMAL SMS DEH