INI ADALAH OBLIGASI YANG DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1954 DENGAN PECAHAN 100 RIBU. DIMANA PECAHAN 100 RIBU "SUPER LANGKA" SANGGAT AMAT JARANG DI DAPATKAN.
Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh perusahaan/negara kepada masyarakat dengan tujuan mendapatkan pendanaan untuk operasiona perusahaan/modal pembangunan negara dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Pemerintahan RIS baru saja berdiri, tetapi jumlah uang yang beredar sudah mencapai angka 3,9 milyar rupiah. Jumlah tersebut dianggap berlebihan karena pemerintah mentargetkan uang beredar hanya sekitar 2,5 milyar rupiah atau sekitar 6 kali lipat dari posisi tahun 1938. Oleh karena itu pemerintah RIS harus mengambil tindakan mengurangi jumlah uang beredar sampai setengah dari jumlah yang ada.
Karena pada waktu itu pemerintah belum mampu mencari sumber pembiayaan dari pasar, maka menteri keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara memilih tindakan pembersihan uang yang drastis, dengan sekali pukul menghasilkan dua keuntungan : 1. Langsung mengurangi jumlah uang beredar 2. Menghasilkan pinjaman sekitar 1,5 milyar rupiah
Tindakan pembersihan uang yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. PU/1 pada tanggal 19 Maret 1950 ini dikenal sebagai Gunting Sjafruddin (Safruddin cut), karena dilakukan dengan cara menggunting uang menjadi 2 bagian.
Separuh mata uang dipakai sebagai alat pembayaran, dan separuh lainnya ditukar dengan obligasi pemerintah yang kemudian dinamakan Obligasi RI 1950.
Obligasi pemerintah dikeluarkan dalam nominal 100, 500 dan 1000 rupiah Dan 100 ribu "yang Super langka" , didalamnya terdapat Petikan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 19 maret 1950 No. PU/2. Serta 43 buah kupon yang dapat digunting serta ditukarkan di semua kantor De Javasche Bank.
Sembilan tahun kemudian, pemerintahan Presiden Soekarno kembali menerbitkan obligasi. Ada dua obligasi yang di distribusikan ke rakyat di tahun 1959, yaitu Obligasi Konsolidasi 1959 dan Obligasi Berhadiah 1959 senilai Rp 2 juta. Penerbitan Obligasi Konsolidasi dilakukan untuk menggantikan uang rakyat yang dibekukan di bank-bank pemerintah. Sementara Obligasi Berhadiah lebih bersifat sukarela sebagai dana pembangunan.
Obligasi Berhadiah berjangka waktu 30 tahun ini yang kemudian banyak dibeli pemodal individu dalam negeri. Pada tahun-tahun pertama, Obligasi Berhadiah lancar memberikan kupon tiap tahun kepada pemiliknya. Namun lama kelamaan, karena bentuknya masih fisik, dan sudah berpindah-pindah tangan, keberadaan obligasi-obligasi ini menjadi semakin tidak jelas.
Salah seorang cucu pemilik Obligasi Berhadiah 1950 menyebutkan, lama kelamaan obligasi negara ini tak bisa diuangkan. Ia mewarisi beberapa lembar obligasi dari sang Ayah yang juga mewarisinya dari sang kakek. Hingga Obligasi tahun 1950 jatuh tempo tahun 1980-an, tak ditemukan data akurat siapa saja pemiliknya. Dana pengembaliannya pun saat jatuh tempo tak tersosialisasi dengan baik. Banyak yang akhirnya memvonis obligasi-obligasi negara Orde Lama itu default alias gagal menebus kembali utangnya kepada rakyat.
Namun, menurut Rahmat Waluyanto, Direktur Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara Departemen Keuangan pada saat informasi ini dikonfirmasi, pemerintah pernah menganggarkan dana untuk membayar pokok obligasi-obligasi negara yang diterbitkan zaman Orde Lama. “Pemerintah pernah mengumumkan akan melunasi obligasi negara yang masih outstanding, sekitar tahun 1980. Masa pelunasan lima tahun. Lewat lima tahun bersifat kadaluwarsa. Tetapi karena waktu itu mungkin sarana komunikasi, informasi masih terbatas. Terutama masyarakat yang di luar Jawa banyak yang tidak tahu, sampai sekarang banyak yang tidak mencairkan,“ paparnya.
Kelemahan obligasi negara yang diterbitkan pemerintah 60 tahun yang lalu, lanjutnya, tidak dijamin Undang-Undang. Berbeda dengan saat ini. Pemerintah menerbitkan surat utang negara baik untuk institusi maupun ritel, dengan payung hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara. “Kini pemilik obligasi negara Indonesia, memperoleh jaminan pembayaran bunga dan pokok obligasi dari negara,” papar Rahmat.
Itulah sekelumit sejarah obligasi di Indonesia, jadi sebenarnya obligasi ini sudah ada sejak lama di Indonesia.
INI ADALAH OBLIGASI YANG DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1954 DENGAN PECAHAN 100 RIBU. DIMANA PECAHAN 100 RIBU "SUPER LANGKA" SANGGAT AMAT JARANG DI DAPATKAN.
BalasHapusObligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh perusahaan/negara kepada masyarakat dengan tujuan mendapatkan pendanaan untuk operasiona perusahaan/modal pembangunan negara dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Pemerintahan RIS baru saja berdiri, tetapi jumlah uang yang beredar sudah mencapai angka 3,9 milyar rupiah. Jumlah tersebut dianggap berlebihan karena pemerintah mentargetkan uang beredar hanya sekitar 2,5 milyar rupiah atau sekitar 6 kali lipat dari posisi tahun 1938. Oleh karena itu pemerintah RIS harus mengambil tindakan mengurangi jumlah uang beredar sampai setengah dari jumlah yang ada.
Karena pada waktu itu pemerintah belum mampu mencari sumber pembiayaan dari pasar, maka menteri keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara memilih tindakan pembersihan uang yang drastis, dengan sekali pukul menghasilkan dua keuntungan :
1. Langsung mengurangi jumlah uang beredar
2. Menghasilkan pinjaman sekitar 1,5 milyar rupiah
Tindakan pembersihan uang yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. PU/1 pada tanggal 19 Maret 1950 ini dikenal sebagai Gunting Sjafruddin (Safruddin cut), karena dilakukan dengan cara menggunting uang menjadi 2 bagian.
Separuh mata uang dipakai sebagai alat pembayaran, dan separuh lainnya ditukar dengan obligasi pemerintah yang kemudian dinamakan Obligasi RI 1950.
Obligasi pemerintah dikeluarkan dalam nominal 100, 500 dan 1000 rupiah Dan 100 ribu "yang Super langka" , didalamnya terdapat Petikan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 19 maret 1950 No. PU/2. Serta 43 buah kupon yang dapat digunting serta ditukarkan di semua kantor De Javasche Bank.
Sembilan tahun kemudian, pemerintahan Presiden Soekarno kembali menerbitkan obligasi. Ada dua obligasi yang di distribusikan ke rakyat di tahun 1959, yaitu Obligasi Konsolidasi 1959 dan Obligasi Berhadiah 1959 senilai Rp 2 juta. Penerbitan Obligasi Konsolidasi dilakukan untuk menggantikan uang rakyat yang dibekukan di bank-bank pemerintah. Sementara Obligasi Berhadiah lebih bersifat sukarela sebagai dana pembangunan.
BalasHapusObligasi Berhadiah berjangka waktu 30 tahun ini yang kemudian banyak dibeli pemodal individu dalam negeri. Pada tahun-tahun pertama, Obligasi Berhadiah lancar memberikan kupon tiap tahun kepada pemiliknya. Namun lama kelamaan, karena bentuknya masih fisik, dan sudah berpindah-pindah tangan, keberadaan obligasi-obligasi ini menjadi semakin tidak jelas.
Salah seorang cucu pemilik Obligasi Berhadiah 1950 menyebutkan, lama kelamaan obligasi negara ini tak bisa diuangkan. Ia mewarisi beberapa lembar obligasi dari sang Ayah yang juga mewarisinya dari sang kakek. Hingga Obligasi tahun 1950 jatuh tempo tahun 1980-an, tak ditemukan data akurat siapa saja pemiliknya. Dana pengembaliannya pun saat jatuh tempo tak tersosialisasi dengan baik. Banyak yang akhirnya memvonis obligasi-obligasi negara Orde Lama itu default alias gagal menebus kembali utangnya kepada rakyat.
Namun, menurut Rahmat Waluyanto, Direktur Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara Departemen Keuangan pada saat informasi ini dikonfirmasi, pemerintah pernah menganggarkan dana untuk membayar pokok obligasi-obligasi negara yang diterbitkan zaman Orde Lama. “Pemerintah pernah mengumumkan akan melunasi obligasi negara yang masih outstanding, sekitar tahun 1980. Masa pelunasan lima tahun. Lewat lima tahun bersifat kadaluwarsa. Tetapi karena waktu itu mungkin sarana komunikasi, informasi masih terbatas. Terutama masyarakat yang di luar Jawa banyak yang tidak tahu, sampai sekarang banyak yang tidak mencairkan,“ paparnya.
Kelemahan obligasi negara yang diterbitkan pemerintah 60 tahun yang lalu, lanjutnya, tidak dijamin Undang-Undang. Berbeda dengan saat ini. Pemerintah menerbitkan surat utang negara baik untuk institusi maupun ritel, dengan payung hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara. “Kini pemilik obligasi negara Indonesia, memperoleh jaminan pembayaran bunga dan pokok obligasi dari negara,” papar Rahmat.
Itulah sekelumit sejarah obligasi di Indonesia, jadi sebenarnya obligasi ini sudah ada sejak lama di Indonesia.
http://belajarinvestasi.com/dasar-obligasi/sejarah-obligasi-di-indonesia.html
HARGA OBLIGASI PECAHAN 100 RIBU RUPIAH DENGAN NOMINAL 1.5 MILYAR
HANYA 1 JUTA.
JADILAH SAKSI SEJARAH TERHADAP PERISTIWA MASA LAMPAU
TERTARIK???
HUBUNGIN 089-999-26-779
DITUNGGU TELEPONNYA, MINIMAL SMS DEH
SIAP KIRIM KE LUAR KOTA